Jumat, 27 Mei 2011

MENYINGKAP SOLUSI MASALAH PERMUSEUMAN DI INDONESIA

Baru-baru ini tersiar berita tentang nasib museum Pusat Dokumentasi Sastra Hans Bague Jassin (HB Jassin) yang kekurangan dana. Museum yang berdiri sejak tahun 1976 itu hanya menerima anggaran Rp 50 juta setahun, jumlah anggaran yang sangat kecil untuk mengelola pusat dokumentasi sastra terbesar di Indonesia. Museum HB Jassin menyimpan sekitar 50 ribu koleksi karya sastra, yang merupakan aset penting bagi negara yang terdiri atas dokumen langka dari masa kolonial hingga reformasi, serta sastra modern
Permasalahan yang dialami oleh museum PDS HB Jassin adalah permasalahan klasik yang sebenarnya dialami pula oleh sebagian besar museum di Indonesia. Museum milik negara pada umumnya, cenderung bersikap ‘pasif’ dengan mengandalkan anggaran pemerintah yang tentu saja terbatas pada kewajiban terhadap perawatan dan penyimpanan koleksi berupa tinggalan materi yang memiliki nilai budaya atau identitas bangsa sesuai dengan UU no. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Sehingga memunculkan kesan membosankan bagi pengunjung, dan museum selalu tampak sepi pengunjung. Lain halnya dengan museum-museum di luar negeri, yang menjadi sebuah kebanggaan dengan menampilkan kebudayaan dan sejarah bangsanya sendiri bahkan menjadi daya tarik utama bagi wisatawan mancanegara.
Mengapa museum-museum di luar negeri begitu dihargai dan menjadi kebanggaan? Karena di sana, museum menjadi tempat rekreasi keluarga, tempat bermain, dan menjadi tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi. Padahal Indonesia memiliki sumber daya budaya yang luar biasa, seperti PDS HB Jassin yang menjadi salah satu penyimpan koleksi sastra terlengkap di dunia, tetapi kondisinya sungguh berbeda dengan museum-museum di luar negeri. Jakarta memiliki 64 museum merupakan provinsi dengan jumlah museum terbanyak, tetapi kota Jakarta tidak terkenal atas museumnya, malah dikenal sebagai ‘kota belanja’ dan ‘kota metropolitan’ yang artinya Mall dan pusat-pusat hiburan lah yang menjadi destinasi kunjungan.
Menurut International Council of Museum (ICOM) 2004, definisi dari museum adalah institusi permanen dan nirlaba yang melayani kebutuhan publik dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengkonservasi, meriset, menginformasikan, dan memamerkan benda materi kepada masyarakat untuk kebutuhan studi penelitian, pendidikan, dan kesenangan. Berdasarkan definisi tersebut, museum-museum di Indonesia kebanyakan belum memenuhi fungsi kesenangan dan penginformasian kepada masyarakat. Museum-museum di Indonesia yang selalu sepi pengunjung disebabkan karena museum terkesan membosankan, suram, tidak ada yang menarik, tidak menyenangkan, kotor, tidak terawat, atau bahkan tidak diketahui keberadaannya.
Untuk menarik pengunjung, ada baiknya pihak pengelola museum menggunakan sudut pandang strategi pemasaran produk. Museum perlu mencari tahu kebutuhan pengunjung. Setelah mengetahui apa yang diinginkan oleh pengunjung, museum melakukan proses komunikasi intern untuk mempersiapkan dan menyediakan keinginan pangunjung sesuai dengan ketegori pengunjungnya. Menurut Hooper – Greenhill, pengunjung museum dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu pengunjung keluarga, pengunjung dari kelompok pendidikan, dan pengunjung dengan kebutuhan khusus. Museum adalah tempat yang paling ideal sebagai wadah edutaiment. Museum berfungsi sebagai tempat untuk pembelajaran sekaligus tempat yang dapat membuat pengunjungnya terhibur. Untuk menyampaikan informasi dan misi edukasinya kepada masyarakat, maka museum harus mampu memberikan dan memperluas aksesnya kepada masyarakat dengan cara menerapkan penggunaan teknologi digital di dalam museum agar mempermudah pengunjung dalam mengakses informasi. Perluasan akses harus dapat menjangkau semua lapisan masyarakat termasuk pengunjung dengan kebutuhan khusus, yaitu pengunjung dengan cacat fisik yang selama ini masih terabaikan. Beberapa museum di Indonesia telah menerapkan konsep edutaiment dan wisata museum dengan dekorasi yang menarik, contohnya Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, dan Museum POLRI.
Agar dapat mengaplikasikan berbagai ide dan inovasi baru ke dalam museum, kita kembali ke permasalahan klasik yang dihadapi oleh sebagian besar oleh museum milik negara. Negara memberikan anggaran hanya sebatas menyimpan, memelihara, dan memamerkan. Paradigma masyarakat terhadap museum-museum di Indonesia harus diubah dengan memunculkan paradigma baru, yaitu kepuasan setelah berkunjung ke museum. Oleh karena itu, museum harus bersikap ‘aktif’ yang tidak hanya menjadi sebuah lembaga di bawah dinas pemerintah dengan kondisi yang terkesan kaku. Museum perlu menjadi lembaga mandiri yang memiliki sistem manajerial otonom, baik di bidang teknis maupun non teknis. Museum perlu menerapkan strategi manajemen usaha keuangan seperti lembaga profit marketing yang professional dan mandiri. Untuk itu, manajemen museum harus menyusun proses perencanaan pemasaran, strategi pemasaran yang terpola, taktik pemasaran yang terpadu, alokasi anggaran yang terkendali, tujuan pemasaran yang tepat guna melalui keberadaan pengunjung dan pencarian dana / fundraising.
Semua usaha tersebut harus didukung oleh rekrutmen sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya, seperti merekrut sarjana ekonomi untuk mengelola pendanaan dan sarjana arkeologi untuk menerapkan ilmu museologi ke dalam museum. Hal pertama dalam menyikapi permasalahan PDS HB Jassin mungkin mencari sumber pendanaan mandiri, seperti yang dijabarkan sebelumnya. Sumber daya koleksi PDS HB Jassin yang langka memiliki potensi nilai jual tinggi untuk mencari sponsorship, akan tetapi tetap bersikap netral, tanpa ikatan suatu aliran politik tertentu. Walaupun museum merupakan institusi nirlaba, bukan berarti kegiatan yang bersifat profit tidak bisa dilakukan, sejauh kegiatan itu demi keberlangsungan dan kemajuan museum. Setelah kebutuhan dana telah terpenuhi, ide dan inovasi apa pun bisa diwujudkan. Dengan begitu, museum-museum di Indonesia yang menyimpan kekayaan sejarah, budaya, dan identitas bangsa, bukan mustahil tumbuh menjadi lembaga besar yang menjadi andalan daya tarik utama wisata yang mendunia, seperti museum le Louvre di Paris-Prancis, atau Museo del Prado di Madrid-Spanyol.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar