Selasa, 31 Mei 2011

STRATEGI PEMASARAN MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL BERDASARKAN EMPAT PILAR MARKETING


I. Sejarah
Museum Kebangkitan Nasional terletak di Jalan Abdul Rahman Saleh, Jakarta Pusat. Museum ini berdiri pada bangunan cagar budaya peninggalan pemerintah kolonial Belanda yang dibangun sejak tahun 1851. Gedung Museum Kebangkitan Nasional pada masa pemerintahan Hindia-Belanda merupakan gedung sekolah Dokter Djawa atau biasa dikenal dengan STOVIA (School Tot Opleding Van Inlands Arsten). Gedung STOVIA merupakan tempat yang istimewa dalam sejarah perjalanan pergerakan bangsa Indonesia karena menjadi saksi lahirnya organisasi-organisasi pergerakan seperti Boedi Oetomo, Jong Java, Jong Minahasa, Jong Ambon, dan lainnya. Tokoh-tokoh pergerakan seperti Ki Hajar Dewantara, Cipto Mangoenkoesoemo, dan Soetomo pernah menimba ilmu di gedung ini.
Pada tahun 1974, gedung eks-STOVIA direnovasi oleh pemerintah DKI Jakarta dan gedung ini diresmikan sebagai ‘Gedung Kebangkitan Nasional’ yang dikelola oleh pemerintah DKI Jakarta. Pada tahun 1974, di dalam gedung ini terdapat museum-museum, yaitu museum kesehatan, museum pers, museum wanita, dan museum Boedi Oetomo. Selain itu juga terdapat kompleks perkantoran, seperti kantor Yayasan Pembela Tanah Air (YAPETA), perpustakaan Yayasan Idayu, dan Lembaga Perpustakaan Dokumentasi Indonesia. Kondisi Gedung Kebangkitan Nasional yang memiliki nilai sejarah dan nilai artistik menjadikannya Benda Cagar Budaya yang ditetapkan pada tanggal 12 Desember 1983. Pada tanggal 17 Februari 1984, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan SK Mendikbud No. 030/0/1984 tentang penyelenggaraan museum di dalam Gedung Kebangkitan Nasional dengan nama ‘Museum Kebangkitan nasional.’
Setelah ditetapkannya Museum Kebangkitan Nasional, maka museum-museum dan kompleks perkantoran yang terdapat di dalam gedung museum dipergunakan untuk pengembangan pameran tetap museum. Sehubungan dengan adanya transisi organisasi di bidang kebudayaan menjadi Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar), maka sesuai dengan Peraturan Menteri nomor PM.32/OT.001/MKP/2006, Museum Kebangkitan nasional menjadi bagian dari unit pelaksana teknik dari Kemenbudpar di bawah Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala yang teknis pembinaannya berada di bawah Direktorat Museum.

II. Museum Kebangkitan Nasional dalam Menjalankan Fungsinya
The International Council of Museum (ICOM) mendefinisikan museum sebagai institusi permanen dan nirlaba yang melayani kebutuhan publik dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengkonservasi, meriset, menginformasikan, dan memamerkan benda materi kepada masyarakat untuk kebutuhan studi penelitian, pendidikan, dan kesenangan. Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum, disebutkan bahwa museum adalah lembaga tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.
Museum menempati peran strategis dalam melindungi dan mentransformasikan nilai warisan budaya bangsa ke generasi berikutnya, akan tetapi hal itu tidak akan tercapai jika masyarakat sebagai pewaris nilai budaya bangsa enggan meluangkan waktu untuk berkunjung ke museum. Masyarakat secara umum menganggap museum sebagai tempat yang kumuh dan suram, sehingga faktor tersebut menyebabkan angka kunjungan masyarakat ke museum masih rendah. Pengelola museum dituntut untuk berpikir kreatif dan inovatif dalam menyusun rencana dan program yang menarik minat masyarakat untuk mengunjungi museum. Museum Kebangkitan Nasional setiap tahunnya mengadakan kegiatan pameran, seminar, dan perlombaan yang berkaitan dengan hari-hari bersejarah bangsa Indonesia. Museum sebagai institusi nirlaba dituntut untuk bebas dari kegiatan profit bermotif ekonomi karena museum berfungsi untuk melayani masyarakat harus mengedepankan tanggung jawab moral dan sosial.
Kegiatan yang dilaksanakan di Museum Kebangkitan Nasional dijadikan sebagai sarana untuk mewariskan nilai-nilai perjuangan bangsa dan sosialisasi peranan museum kepada masyarakat. Pemahaman dan kedekatan masyarakat dengan museum diharapkan akan menimbulkan rasa memiliki, sehingga keberadaan museum sebagai tempat pembelajaran, rekreasi, dan pewarisan nilai budaya bangsa dapat terwujud.

III. Menerapkan Strategi Pemasaran yang Tepat
Untuk mewujudkan dan memaksimalkan peran museum, ada baiknya pihak pengelola museum menggunakan sudut pandang strategi pemasaran produk. Berdasarkan paradigma pemasaran terkini, keberhasilan suatu marketing berlandaskan pada empat pilar utama, yaitu produk, harga, tempat, dan promosi. Maka, perlu dikaji satu per satu dari keempat pilar tersebut yang terdapat pada Museum Kebangkitan Nasional untuk mengetahui dan menerapkan strategi pemasaran yang tepat.
III.1 Produk
Museum Kebangkitan nasional memberikan layanan bimbingan, panduan, dan informasi kepada pengunjung mengenai data dan informasi yang berkaitan dengan sejarah kebangkitan nasional, yaitu sejarah pergerakan bangsa Indonesia mulai dari masa pemerintahan kolonial Belanda hingga masa perjuangan mencapai kemerdekaan. Museum Kebangkitan Nasional mengaplikasikan konsep tata pamer yang berorientasi pada aspek kronologis berdasarkan periodesasi dan tematik, sehingga mempermudah pengunjung dalam memahami makna dan pesan dari koleksi yang dipamerkan. Produk atau dalam museum disebut koleksi, meliputi benda-benda yang terkait dengan sejarah pergerakan bangsa. Koleksi-koleksi yang dipamerkan terdiri atas benda-benda otentik, replika, foto, lukisan, dan diorama. Penempatan koleksi di dalam ruangan disesuaikan dengan tema peristiwa sejarah kebangkitan nasional.
III.2 Harga
Museum Kebangkitan Nasional buka dari hari selasa sampai dengan hari minggu. Jam buka kunjungan museum mulai dari pukul 08.30 sampai dengan pukul 15.00. Harga tiket masuk yang dikenakan untuk pengunjung dibagi menjadi beberapa segmen, yaitu harga untuk pengunjung dewasa per orang Rp 2.000, pengunjung anak-anak Rp 1.000, dan pengunjung mancanegara dikenakan harga Rp 10.000.
III.3 Tempat
Museum Kebangkitan Nasional berlokasi di pusat perkotaan dan letaknya strategis dan mudah dijangkau, berdekatan dengan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Asrama Brimob, Atrium Senen, Pasar Senen, Terminal dan Stasiun Senen, Tugu Tani, Monumen Nasional, dan lain-lain. Tepatnya berlokasi di Jalan Dr. Abdul Rahman saleh No. 26 Jakarta Pusat dengan lintasan jalan protokol ke arah selatan Kwitang dan arah timur jalan Senen Raya. Untuk menuju ke lokasi Museum Kebangkitan Nasional, pengunjung dapat menggunakan angkutan umum, seperti busway, mikrolet, metromini, dan kereta listrik yang menuju ke arah Stasiun Pasar Senen atau Gambir.
III.4 Promosi
Kegiatan promosi Museum Kebangkitan Nasional dilakukan melalui acara-acara, seperti seminar, pameran, dan perlombaan yang berkaitan dengan hari besar sejarah Indonesia. Selain itu kegiatan promosi dilakukan melalui pemberian brosur kepada setiap pengunjung museum dan akses website di alamat www.museumkebangkitannasional.go.id.

IV. Analisa Strategi
Dari uraian keempat pilar pemasaran tersebut, Museum Kebangkitan Nasional memiliki potensi yang sangat besar dengan keberadaan produk, yaitu koleksi-koleksi yang menyajikan bentuk rangkaian kronologis sejarah pergerakan, baik itu berupa diorama, lukisan, foto, maupun patung. Seluruh sajian koleksi di dalam Museum Kebangkitan Nasional memberikan informasi yang mengandung nilai-nilai warisan kekayaan sejarah bangsa ini dan bernilai penting bagi pembekalan edukasi untuk setiap generasi bangsa Indonesia. Dari pilar ketiga, yaitu faktor tempat, Museum Kebangkitan Nasional menempati gedung cagar budaya yang menjadi saksi sejarah pergerakan bangsa Indonesia. Selain itu, lokasi gedung museum sangat strategis sehingga dapat dijangkau dengan mudah oleh pengunjung.
Hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki dari Museum Kebangkitan Nasional adalah berasal dari keberadaan pilar kedua dan keempat, yaitu harga dan promosi. Museum Kebangkitan Nasional memerlukan beberapa sarana tambahan untuk menunjang keberlangsungan museum. Museum Kebangkitan Nasional yang selama ini bersikap ‘pasif’ yang hanya memenuhi kewajiban yang tercantum pada UU no. 11 tahun 2010, yaitu menyimpan, merawat, dan memamerkan koleksi dengan mengandalkan pemasukan anggaran dari pemerintah, tidak akan dapat memuaskan para pengunjungnya. Karena permasalahan itulah banyak museum yang terabaikan, suram, kotor, dan tidak menarik pengunjung. Paradigma masyarakat terhadap museum-museum di Indonesia harus diubah dengan memunculkan paradigma baru, yaitu kepuasan setelah berkunjung ke museum. Oleh karena itu, museum harus bersikap ‘aktif’ yang tidak hanya menjadi sebuah lembaga di bawah dinas pemerintah dengan kondisi yang terkesan kaku, sehingga berpengaruh terhadap masyarakat yang berkunjung ke museum. Museum perlu menjadi lembaga mandiri yang memiliki sistem manajerial otonom, baik di bidang teknis maupun non teknis internal museum. Dengan begitu, museum dapat mengaplikasikan ide-ide baru atau bahkan berevolusi.
Walaupun museum merupakan organisasi nirlaba, tidak ada salahnya museum melakukan kegiatan-kegiatan profit atau menarik keuntungan dari pengunjung, selama hal itu bertujuan untuk memajukan museum yang tak terpenuhi kebutuhannya oleh sebatas anggaran dari pemerintah. Mungkin dengan dinaikkannya harga tiket masuk, untuk sebagian pengunjung akan menambah rasa penghargaan mereka, asalkan sesuai dengan pelayanan dan kepuasan yang pengunjung dapatkan. Museum perlu menerapkan strategi manajemen usaha keuangan seperti lembaga profit marketing yang professional dan mandiri. Untuk itu, manajemen museum harus menyusun proses perencanaan pemasaran, strategi pemasaran yang terpola, taktik pemasaran yang terpadu, alokasi anggaran yang terkendali, tujuan pemasaran yang tepat guna melalui keberadaan pengunjung dan pencarian dana/fundraising. Hanya saja Museum Kebangkitan Nasional bukan memasarkan produk, akan tetapi jasa. Produk berupa jasa sangat bergantung pada proses, perlu kerjasama yang baik antara frontliner yang bekerja secara teknis di lapangan dengan back office yang bekerja di bidang non teknis, dan terpengaruh langsung terhadap faktor manusia. Oleh karena itu, Museum Kebangkitan Nasional perlu mengembangkan pilar keempatnya, yaitu promosi dan publikasi. Museum Kebangkitan Nasional harus mempersiapkan strategi publikasi dan komunikasi yang menarik untuk membangun citera dan minat masyarakat, juga menjaring relasi yang baik dengan berbagai pihak. Publikasi bisa dilakukan secara tidak langsung maupun langsung. Publikasi tidak langsung bisa berupa iklan di media dan publikasi langsung bisa dengan pemberian marchentdise dan pamflet kepada pengunjung museum.
Untuk menjalankan seluruh proses manajemen seperti di atas, maka Museum Kebangkitan Nasional harus merekrut orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Untuk bidang non teknis, seperti manjemen komunikasi dan publikasi, diperuntukkan bagi orang-orang lulusan sarjana ekonomi dan komunikasi, lalu untuk bidang teknis permuseuman diperuntukkan bagi orang-orang lulusan sarjana arkeologi yang khusus memiliki pengetahuan mengenai museologi, sarjana ilmu pengetahuan budaya, dan sarjana ilmu dokumentasi yang mengerti teknik-teknik pendokumentasian dan riset. Dengan begitu terwujudlah strategi yang paling tepat untuk mengembangkan pemasaran dan pengembangan Museum Kebangkitan Nasional.



DAFTAR REFERENSI


Andreasen, Alan R. & Kotler, Philip. 1991. Strategic Marketing for Nonprofit
Organizations. New Jersey: Pearson/Prentice Hall.

www.museumkebangkitannasional.go.id. Diakses tanggal 31 Mei 2011, pukul 13.05 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar