Rabu, 08 Juni 2011

INDUSTRI PERTAMBANGAN SAWAHLUNTO




I. Pendahuluan
Sawahlunto merupakan sebuah kota yang terletak lebih kurang 90 kilometer dari kota Padang, ibukota provinsi Sumatera Barat. Kota Sawahlunto adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sumatra Barat. Kota ini memiliki luas wilayah 5,86 km2 dan populasi 15.279 jiwa. Kota ini lebih dikenal dengan nama kawasan kota tua, karena hingga kini, masih berdiri beberapa bangunan tua peninggalan jaman pemerintah kolonial Belanda yang usianya telah mencapai ratusan tahun. Kini, beberapa diantara bangunan itu masih dijadikan sebagai rumah sakit umum Sawahlunto, perkantoran, serta sekolah. Untuk menuju kota Sawahlunto, dapat mengawali perjalanan dari kota Padang menggunakan kendaraan pribadi ataupun bus umum sekitar 2 jam.
Sawahlunto memiliki sebuah tempat pariwisata yang pernah dijadikan pusat pertambangan Sawahlunto sekitar abad ke-19. Sekitar tahun 1880, penambangan batubara di Sawahlunto untuk kali pertama dilaksanakan oleh pemerintah Belanda. Karena aktifitas pertambangan itulah, nama Sawahlunto mulai dikenal oleh dunia Internasional sebagai kota arang.
Terdapat sebuah lubang bekas tambang yang ukurannya relatif besar di situs Sawahlunto. Awalnya, lubang bekas tambang itu hanya menjadi saksi bisu ekspansi pertambangan Sawahlunto masa pemerintahan Belanda. Namun sejak pertengahan tahun 2008, pemerintah kota Sawahlunto menjadikan tempat ini sebagai lokasi wisata sejarah.
Kota Sawahlunto merupakan kota tambang satu-satunya di Sumatra Barat. Sebagai sebuah kota tambang, maka kota ini bersamaan pula munculnya dengan pertambangan batu bara yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1892. Batu bara sudah ditemukan di sini sejak pertengahan abad ke-19 oleh Ir. de Greve. Ia kemudian mengajukan kepada pemerintah Belanda untuk menambang batu bara di daerah ini karena sangat dibutuhkan untuk dunia industri dan transportasi ketika itu. Sejak penemuan batu bara itu daerah ini selalu dikunjungi oleh para geolog. Akhirnya setelah masyarakat lokal "menyerahkan" daerah ini kepada Belanda pada tahun 1876, maka dirintislah pertambangan batu bara di daerah ini. Pertambangan itu dikelola oleh negara dan setelah kemerdekaan diberi nama PT Tambang Batubara Ombilin (TBO). TBO kemudian dilikuidasi menjadi anak dari PTBA (Bukit Asam) yang terdapat di Sumatra Selatan. Sekarang, sejak reformasi bergulir berkembang pula di daerah itu tambang rakyat. Rakyat merasa berhak pula untuk melakukan pertambangan. Pertambangan yang mereka lakukan bukan saja di tanah kaum, tetapi juga tanah milik pertambangan PTBA UPO. Walikota saat ini di kota Sawahlunto adalah Ir. Amran Nur dengan wakil walikota Erizal Ridwan S.T.
Sawahlunto tidak hanya dikenal sebagai kota arang. Sejarah mencatat, kota ini juga menjadi cikal bakal pembuatan jalur kereta api di Sumatera Barat. Sekitar abad ke-19, pemerintah Belanda membuat jalur kereta api untuk mengangkut batubara dari Sawahlunto menuju pelabuhan Teluk Banyur di Padang. Sejak saat itulah, pemerintah Belanda membuat jalur kereta api untuk menghubungkan beberapa daerah lain di Sumatera Barat, seperti jalur kereta api dari Lubuk Alung ke Pariaman, dari Padang ke Padangpanjang, dari Padangpanjang menuju Bukittinggi, dari Padangpanjang menuju Solok, dari Solok menuju Muara Kalaban, serta dari Bukittingging ke daerah Payakumbuh.
III. Wilayah
Secara geografis Kota Sawahlunto berada pada 033’40” – 043’ 33” LS dan 100 43’ 13” – 100 50’ 40” BT, berbatas sebelah utara dengan kabupaten Tanah Datar, sebelah timur dengan kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan sebelah Selatan dan barat berbatasan dengan kabupaten Solok.
Kota Sawahlunto dikenal sebagai kota tambang dengan luas wilayah 27.345 Ha atau 273.45 km2. Secara administrasi terdiri dari 4 Kecamatan, 10 Kelurahan dan 27 desa. Jarak dari Kota Sawahlunto ke kota Padang adalah 95 km yang dapat dicapai melalui jalan darat dengan kondisi baik dalam waktu 2 jam dengan kendaraan roda empat.
IV. Topografi
Bentang alam Kota Sawhalunto terbentuk oleh perbukitan terjal, landai dan pendataran dengan elevasi 250 – 650 m diatas permukaan laut. Perbukitan terjal merupakan bentang alam yang terjal menjadi faktor pembatas dalam pengembangan wilayah kota, sedang pusat kota lama sawahlunto terletak pada bentang alam landai sempit dan memanjang dengan luas 5,8 km2. Pendataran yang relatif lebar terdapat diwilayah Kecamatan Talawi, wilayah ini terbentang dari utara ke selatan, bagian timur dan telatan mempunyai topografi yang relatif curam dengan kemiringan lebih dari 40%. Sedangkan di bagian utara bergelombang yang relatif datar. Luas wilayah kota Sawahlunto sebagian besar terletak pada ketinggian 100 – 500 m. Secara garis besar kota Sawahlunto terdiri dari kawasan lindung (26,5%) dan kawasan budidaya (73,5). Penggunaan tanah yang dominan merupakan perkebunan campuran (34,1%), hutan lebat dan belukar (19,5%). Sedangkan danau (0,2%) danau ini merupakan bekas galian penambangan batu bara.
V. Iklim
Seperti daerah lainnya di Propinsi Sumatera Barat, Kota Sawahlunto mempunyai iklim tropis dengan suhu berkisar anatara 22°C. Sepanjang tahun terdapat dua musim yaitu musim hujan pada bulan November sampai Juni dan musim kemarau pada bulan Juli sampai bulan Oktober. Curah hujan rata-rata lebih kurang sebesar 1.071,6 milimeter per tahun dan curah hujan rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Desember.
VI. Penduduk
Jumlah penduduk Kota Sawahlunto akhir tahun 2005 adalah sebanyak 52.457 jiwa terdiri dari 24.456 jiwa pria dan 26.777 jiwa wanita, dengan kepadatan penduduk 191 jiwa/km2.
Mata pencarian penduduk sangat beraneka ragam seperti bekerja di bidang pertanian, sektor pertambangan dan bidang jasa. Struktur ekonomi masyarakat kota Sawahlunto sebagian besar ditopang oleh sektor pertambangan. Subsektor pertanian tanaman pangan, indusrti kecil/kerajinan rumah tangga dan sektor peternakan.
Dengan adanya perluasan wilayah berdasarkan peraturan pemerintah No.44 tahun 1990, Kota Sawahlunto tidak hanya dikenal sebagaidaerah sentral industri kerajinan, makanan kecil, peternakan, buah-buahan dan merupakan salah satu daerah tujuan wisata.
VII. Sejarah Kota Sawahlunto sebagai Kota Tambang
Sawahlunto adalah salah satu diantara sejumlah kota yang terletak di kawasan Bukit Barisan di Sumatera Barat, tetapi mempunyai riwayat kehadiran yang berbeda dengan kota lain tersebut. Kota seperti Bukit Tinggi, Batusangkar, Payakumbuh, Padang Panjang dan Solok terbentuk oleh perkembangan komunitas Minang, sedangkan Sawahlunto oleh usaha tambang pada zaman pemerintahan Belanda tahun 1888. Sawahlunto mulai menjadi pemukiman pekerja tambang ketika uang sebesar 5,5 juta golden ditanamkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk membangun berbagai fasilitas pengusahaan tambang batubara Ombilin, Pemukiman ini terus berkembang mejadi sebuah kota kecil dengan penduduk yang intinya adalah pegawai dan pekerja tambang.
Belanda juga membangun sistem kereta api dengan biaya 17 juta gulden sebagai alat angkut untuk dapat membawa batu bara dari sawahlunto keluar melalui Padang. Kereta api telah beroperasi sejak tahun 1888 tetapi baru sampai di Muara kalaban dan mencapai Sawahlunto pada 1894. adanya angkutan kereta api inilah yang membuat usaha pertambangan itu kembali memberikan hasil yang positif dari hanya puluhan ribu ton menjadi ratusan ribu ton pertahun, dari usaha yang rugi menjadi menjadi usaha dengan laba besar sampai 4,6 juta gulden dalam setahun pada tahun 1920. Sampai tahun 1898, usaha tambang ini masih mengandalkan pekerja paksa yaitu narapidana yang dipaksa bekerja untuk tambang dan dibayar dengan harga murah. Tahun 1908 upah buruh paksa 18 sen/ hari dan dapat dikenakan sangsi hukum cambuk kalau membangkang, upah buruh kontrak 32 sen/hari dengan mendapatkan fasilitas tempat tinggal dan jaminan kesehatan. Sedangkan buruh bebas upahnya 62 sen/hari tanpa fasilitas (Zubir,1995). Dengan demiklian dapatlah dibayangakan bahwa pada awal abad ke 20, Sawahlunto sesungguhnya merupakan kamp tahanan bagi pekerja paksa tersebut.
Pada tahun 1918 Sawahlunto dikategorikan sebagai Gemeentelijk Ressort atau Gemeente dengan luas wilayah 778 ha, hal ini karena ada kaitannya dengan puncak keberhasilan kegiatan pertambangan tersebut. Pada tahun 1930 wilayah ini berpenduduk 43576 jiwa, diantaranya 564 jiwa adalah orang belanda (Eropa). Walaupun demikian Sawahlunto belum sempat menjadi Stadsgemeente, yang penyelenggaraan kotanya dilakukan oleh stadsgemeenteraad (DPRD) dan Burgemeester (Walikota).
Sejak tahun 1940 sampai dengan akhir tahun 70-an produksi batubara ombilin merosot, kembali hanya puluhan ribu ton pertahun. Sawahlunto pun mengalami kemerosotan yang diindikasikan dari merosotnya jumlah penduduk menjadi hanya 13.561 jiwa pada sensus tahun 1980. Dengan menambah beberapa fasilitas, perubahan manajemen dan penerapan teknologi baru, usaha penambangan meningkat kembali sejak awal tahun 80-an, bahkan produknya terus meningkat melampaui 1 juta ton pertahun pada akhir tahun 90-an. Penduduk Sawahlunto juga meningkat menjadi 15.279 jiwa menurut sensus tahun 1990. Walaupun demikian laju pertumbuhan penduduk yang hanya 1,2% pertahun ini masih dibawah rata-rata laju pertumbuhan penduduk Sumatera Barat yang mencapai 1,62% dan tidak tampak mempunyai korelasi dengan peningkatan produksi batubara.
Pada tanggal 10 Maret 1949 diadakan rapat dengan hasilnya Daerah Afdeeling Solok tersebut di bagi atas kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan Kabupaten Solok, maka Pemerintahan Stad Gemeente Sawahlunto dirangkap oleh Bupati Sawahlunto/Sijunjung. Dalam kurun waktu 1949 - 1965 terjadi perubahan status dari berdiri sendiri atau di bawah Pemerintah Sawahlunto/Sijunjung. Selanjutnya dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 statusnya berubah menjadi Daerah Tingkat II dengan sebutan Kotamadya Sawahlunto.
VIII. Kota Sawahlunto Menjadi Lokasi Wisata Sejarah
Kota Sawahlunto terdapat Makam Pahlawan Nasional Prof. M.Yamin, SH di Kecamatan Talawi dan M.Yamin adalah Putra Kelahiran Talawi Kota Sawahlunto. Bangunan peninggalan Belanda yang masih indah dan sekarang ditempati oleh BRI yang berlokasi di Pasar Remaja dan didirikan tahun 1917. Saat ini pemerintah kota Sawahlunto melestarikannya sebagai museum kota Sawahlunto. Terdapat pemandian air dingin di Muaro Kalaban yang saat ini merupakan daya tarik wisatawan untuk menikmati keindahaan air dan alamnya. Selain itu terdapat objek wisata Goa di Talago Gunung yang saat ini termasuk dalam kategori pembenahan objek wisata.
Foto kota Sawahlunto dari Tugu Perjuangan yang kelihatan sangat indah dan nyaman sebagai tempat yang nyaman untuk bekerja dan tempat tinggal bagi warga masyarakat. Foto Kota Sawahlunto yang kelihatan sangat indah dapat dilihat dari objek wisata Kelok 16 dekat makam pahlawan kota Sawahlunto. Bangunan peninggalan Belanda yaitu rumah Fak Sin Kek yang berlokasi di Pasar Remaj saat ini menjadi aset sejarah kota Sawahlunto. Bangunan ini didirkan pada tahun 1906 dan ini hingga kini masih dihuni oleh Keluarga Fak Sin Kek pengrajin tenunan kain dengan cara memakai mesin manual di desa Silungkang.
IX. Museum Sawahlunto
Pada tahun 1894, pemerintah Belanda membuat jalur khusus dari Muara Kalaban menuju Sawahlunto yang dibuat menembus sebuah bukit dengan melewati terowongan sepanjang lebih kurang 835 meter. Untuk memperoleh informasi lebih lengkap tentang sejarah perkeretaapian di Sumatera Barat, Museum Kereta Api kota Sawahlunto menyediakan berbagai informasi. Lokasinya, di Jalan Abdul Rahman Hakim di pusat kota Sawahlunto.
Museum ini terdapat beberapa foto sejarah perkeretaapian di Sumatera Barat. Selain itu, di dalam museum ini terdapat koleksi berbagai peralatan kereta api, seperti dongkrak, rel, serta alat komunikasi yang terdapat di dalam kereta api. Sementara di halaman museum, terdapat koleksi kereta api yang dulu pernah menjadi alat transportasi pengangkut batubara yang usianya telah mencapai ratusan tahun.
X. Museum Gudang Ransum
Museum Gudang Ransum merupakan museum yang terdapat di situs wisata sejarah Sawahlunto. Sebelum menjadi museum, gedung yang telah berdiri sejak tahun 1918 ini merupakan sebuah dapur umum. Sekitar abad ke-19, gedung ini menjadi tempat untuk memasak makanan bagi para pekerja tambang Sawahlunto. Di salah satu sudut gedung, terdapat dua buah tungku berukuran besar yang tingginya mencapai lebih kurang 4 meter dari permukaan tanah. Kedua tungku itu merupakan tungku buatan Jerman tahun 1894.
Dahulu, uap dari tungku itulah yang menjadi sumber energi panas untuk memasak. Untuk mengalirkan sumber panas, pemerintah Belanda membuat sebuah pipa yang berhubungan langsung dengan lantai gedung dapur. Terdapat beberapa koleksi peralatan masak yang digunakan untuk mengolah makanan bagi pekerja tambang di abad ke-19. Beberapa diantaranya yakni kuali yang ukurannya relatif besar dan periuk untuk memasak nasi yang diameternya sekitar 132 cm dengan tinggi mencapai 62 cm. Untuk menuju museum ini, dapat ditempuh dengan berjalan kaki dari Museum Kereta Api Sawahlunto sambil menikmati nuansa kota tua Sawahlunto.
XI. Penutup
Mungkin beberapa tahun ke depan kejayaan wisata tambang bisa di raih oleh Kota Sawahlunto dan menggantikan kejayaan ekonomi pertambangan. Kini tempat ini dapat dijadikan sebagai pusat pendidikan pertambangan bagi aparatur pemerintahan baik dari Provinsi Sumatera Barat ataupun dari provinsi lainnya. Selain itu lokasi pertambangan Sawahlunto dapat juga dijadikan sebagai laboratorium alam yang akan sangat bermanfaat bagi dunia pendidikan ilmu kebumian. Dengan beberapa perbaikan dan pengembangan pada beberapa sektor, kota Sawahlunto dapat dibangun menjadi lokasi wisata sejarah yang potensial.

1 komentar:

  1. Saya ingin bertanya, apakah sampai pada saat ini, di tahun 2016 kegiatan penambangan batubara di kota sawahlunto masih berlanjut?

    BalasHapus