Rabu, 08 Juni 2011

KAKAWIN RAMAYANA


Ringkasan cerita:
Pada suatu ketika, hiduplah seorang raja bernama Prabu Dasarata yang memerintah negeri Ayodya yang luas dan subur. Prabu Dasarata memerintah dengan bijaksana. Sang Prabu memiliki tiga orang permaisuri, yaitu Kausalya, Kaikayi dan Sumitra. Kausalya berputera Ramawijaya. Kaikayi berputera Barata, dan Sumitra berputera kembar yaitu, Laksmana dan Satrugna. Sifat dan watak para putera itu pun sangat terpuji. Dikisahkan Ramawijaya merupakan penjelmaan dari Batara Wisnu, ia ksatria yang pandai berperang dan jago memanah.
Suatu hari Maharaja Janaka yang bertahta di negeri Matilireja mengadakan sayembara. Siapa yang mampu mengangkat busur Sang Raja dan melengkungkannya hingga patah, maka ia akan dinikahkan dengan Sita, puterinya. Berpuluh-puluh pangeran dan ksatria mengikuti sayembara, tapi tak ada satu pun yang kuat mengangkat busur Sang Raja. Ramawijaya dan Laksmana yang mendengar berita sayembara itu, pergi ke Matilireja untuk mengikuti sayembara. Setibanya di Matilireja, Ramawijaya dengan mudahnya mengangkat dan mematahkan busur Sang Raja yang sangat besar tersebut. Prabu janaka pun lalu menikahkan Sita dengan Ramawijaya. Setelah menikah, Ramawijaya dan Sita tinggal di Istana negeri Ayodya.
Raja Dasarata merasa usianya telah lanjut berniat menyerahkan mahkota kerajaan kepada Rama. Semua pembesar Negara dan rakyat setuju dengan keputusan itu kecuali permaisuri Kaikayi, ia menagih janji kepada Raja Dasarata yang ketika meminangnya berjanji untuk mengangkat puteranya, Barata sebagai penerus tahta kerajaan. Permaisuri Kaikayi menuntut agar Rama dan sita diasingkan ke dalam hutan Dandaka selama empat belas tahun. Raja Dasarata pun menyanggupi tuntutan Sang Permaisuri. Rama tetap tenang ketika mendengar perintah pengasingan dan memenuhi perintah ayahandanya. Dengan diiringi ratap tangis para abdi istana, berangkatlah Rama dan Sita menuju hutan Dandaka. Laksmana yang amat mencintai kakaknya ikut pula dalam pengembaraan itu.
Raja Dasarata pun wafat, Barata dan Satrugna yang pada saat itu sedang berada di negeri Kaikeya segera kembali ke negeri Ayodya. Barata dan Satrugna sangat sedih mendengar berita pengasingan Rama dan Sita. Barata menolak untuk diangkat menjadi Raja. Barata dan Satrugna pun pergi ke hutan Dandaka untuk mencari Ramawijaya agar kembali pulang ke negeri ayodya dan menduduki singgasana. Rama menolak permintaan Barata, ia tetap memenuhi perintah ayahandanya sampai akhir. Barata diperintahnya kembali ke negeri Ayodya untuk meneruskan tahta kerajaan. Sekembalinya di negeri Ayodya, Barata memerintah atas nama kakaknya, Ramawijaya.
Selama pengasingannya, Rama, Sita dan Laksmana selalu berbuat kebaikan, menolong orang-orang dari raksasa-raksasa jahat dan mengabdikan hidupnya bagi perikemanusiaan.. Rama mendirikan sebuah pondok kayu di tengah hutan Dandaka. Suatu hari di hutan Dandaka kedatanga raksasi Sarpakenaka, puteri negeri Langkapura yang di temani oleh dua raksasa pengawal, Kara dan Dusana. Sarpakenaka tertarik pada Rama yang berwajah tampan, lalu ia menjelma menjadi Puteri yang cantik jelita dan menggoda Rama. Rama yang setia kepada Sita menolaknya. Sarpakenaka pun lalu pergi menggoda Laksmana, Laksmana sama sekali tidak tertarik padanya dan malah melukai hidung dan telinga Sarpakenaka.
Sarpakenaka yang terluka lari ke negerinya Langkapura lalu mengadu kepada kakaknya, Dasamuka Rahwana. Rahwana segera terbakar hatinya, ia hendak membalas dendam terhadap Rama dan Laksmana sekaligus menculik Sita. Rahwana menyuruh Marica, anak buahnya untuk menjelma sebagai seekor kijang kencana dengan tanduk yang bertahtakan berlian. Sita yang melihat kijang tersebut meminta Rama untuk menangkapnya hingga mengejarnya ke dalam hutan. Selagi Rama mengejar kijang, Laksmana diperintahkan untuk menjaga Sita dan dilarang untuk meninggalkannya seorang diri. Kijang itu pun segera terkena panah Rama dan menjerit menirukan suara Rama meminta pertolongan. Sita yang mendengar jeritan itu menyuruh Laksmana untuk menolong Rama, akan tetapi Laksmana menolak dan tetap menaati perintah Rama untuk tidak meninggalkan Sita. Sita terus memaksa dan pada akhirnya dengan berat hati Laksmana pergi menolong Rama. Tak lama kemudian muncullah seorang petapa tua yang berjalan terhuyung-huyung karena kehausan. Sita pun segera memberinya minum, tapi petapa tua itu segera berubah wujud menjadi Rahwana yang menyatakan hendak memperistri Sita. Sita menolaknya dan segera meringkus Sita lalu membawanya terbang ke negeri Langkapura.
Sita terus berontak dan menjerit lalu datanglah seekor burung Garuda bernama Jatayu yang merupakan sahabat Rama untuk menolong Sita. Jatayu menyerang Rahwana hingga Rahwana kesal dan menghunus senjata lalu Jatayu pun terluka parah, sebelum terjatuh, Jatayu dititipkan cincin oleh Sita.
Rama dan Laksmana terkejut ketika kembali ke pondoknya dan menyadari Sita menghilang. Mereka pun menjelajahi rimba belantara mencari Sita hingga Rama melihat Jatayu yang sekarat memegang cincin yang dititipkan Sita. Jatayu menceritakan kejadian tersebut kepada Rama sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Rama dan Laksmana meneruskan perjalanannya sampai suatu hari mereka tiba di suatu telaga. Selagi Rama dan Laksmana beristirahat di pinggir telaga, tiba-tiba datang seekor buaya yang menyambar. Rama dan Laksmana yang sigap segera membunuh buaya itu. Buaya itu ternyata penjelmaan Bidadari yang mendapat kutukan Dewa. Kini Bidadari itu terbebas dari kutukan dan terbang kembali ke Khayangan. Bidadari itu pun berterimakasih dan berpesan agar pergi ke hutan Pancawati untuk mendapatkan petunjuk mengenai keberadaan Sita.
Maka berangkatlah Rama dan Laksmana ke hutan Pancawati. Mereka berjalan sangat jauh menembus gunung, hutan dan pantai. Sampai suatu ketika mereka berteduh di bawah pohon rindang disambut oleh seekor Kera putih yang bijaksana bernama Hanuman yang berasal dari Pancawati. Hanuman bercerita kepada Rama bahwa rajanya Sugriwa berada di hutan Pancawati karena terusir dari kerajaan Kiskenda oleh kakaknya yang bernama Subali. Hanuman memohon agar Rama membantu Sugriwa agar kembali menduduki tahta kerajaannya. Mereka pun pergi menemui Sugriwa. Rama dan Laksmana bertemu dengan Sugriwa. Setelah masing-masing bercerita, mereka merasa senasib karena berada dalam pengasingan. Sugriwa berjanji akan membantu Rama mencari Sita.
Sugriwa dan Rama pergi ke kerajaan Kiskenda diiringi oleh Hanuman dan ribuan ekor kera. Sesampainya di kerajaan Kiskenda, Sugriwa menantang Subali untuk bertarung, kemudian bertarunglah kedua kakak beradik itu dengan sengitnya disaksikan oleh ribuan kera. Pada saat Sugriwa sedang terdesak, mata panah Rama segera menghunus dada Subali hingga Subali rubuh. Sugriwa segera menyembah Rama dan mempersilakan Rama untuk menjadi raja di Kiskenda, namun Rama menolaknya. Menurut Rama, sudah sepantasnya Sugriwa kembali menduduki tahta kerajaannya. Rama berpesan agar Anggada, putera Subali diangkat anak oleh Sugriwa, dan Dewi Tara, yaitu ibu Anggada diangkatnya sebagai permaisuri Sugriwa. Sugriwa dan seluruh kera menyembah Rama.
Sugriwa berkata kepada para kera, bahwa sebagai balas budi kepada Rama, maka seluruh bala tentara kera Kiskenda harus ikut mencari Sita yang diculik Rahwana ke berbagai penjuru. Bala tentara pun segera dikerahkan dan memulai pencarian menembus hutan belantara, semak-semak, jurang, dan gunung namun sama sekali tidak membuahkan hasil. Sugriwa teringat pada sebuah pulau di selatan yang belum pernah dijelajah. Hanuman diserahi tugas untuk meninjau keadaan pulau itu. Sebelum Hanuman berangkat, Rama menitipkan cincin Sita agar menjadi bukti mewakili Rama.
Hanuman pergi dengan cepatnya ke arah selatan. Sesampainya di pantai selatan, Hanuman yang merupakan putera Dewa Bayu bersemedi memohon pertolongan angina untuk diterbangkan ke pulau Langka. Setibanya di pulau itu, Hanuman berjalan diam-diam agar tidak diketahui oleh para raksasa. Akhirnya tibalah Hanuman di sebuah taman yang indah permai. Hanuman melihat seorang puteri yang cantik jelita sedang duduk seorang diri di dalam taman itu. Wajah puteri itu terpekur sayu dan pucat. Hanuman yakin puteri itu pastilah Sita, isteri Rama. Hanuman segera menemui Sita menunjukkan cincin yang ditipkan Rama sambil menyembah. Hanuman bercerita bahwa Rama dengan bantuan raja Sugriwa akan datang menggempur Langkapura. Sebelum Hanuman undur diri, Sita menitipkan hiasan rambutnya agar disampaikan kepada Rama.
Sebelum meninggalkan kerajaan Langkapura, Hanuman merusak taman istana hingga membuat marah para raksasa. Hanuman membuat marah Indrajit, putera mahkota Langkapura dengan mengejeknya dari atas pohon. Indrajit segera mengangkat panah pusakanya, nagapasa dan menghunus Hanuman hingga panah itu melilit tubuhnya. Hanuman pun dibawa menghadap Rahwana ke dalam istana. Betapa marah Rahwana melihat seekor kera putih yang merupakan utusan Rama. Rahwana lalu hendak membunuhnya, namun adik Rahwana, yaitu Wibisana dengan bijaksana mencegahnya dan meminta agar hanuman dikembalikan kepada raja yang mengutusnya. Rahwana menjadi semakin murka, Wibisana diusir untuk meninggalkan Langkapura dan memerintahkan para prajurit raksasa untuk membakar Hanuman di trngah alun-alun. Hanuman pun dibakar hidup-hidup, namun tubuhnya sama sekali tidak terbakar malah api itu merambat ke istana hingga menimbulkan kebakaran besar.
Sebelum meninggalkan Langkapura, Hanuman menemui Wibisana untuk mengajaknya menghadap Rama. Wibisana menyetujui ajakan Hanuman dan pergi menuju kerajaan kera Kiskenda. Tiba di hadapan Rama, Hanuman menceritakan semua yang terjadi dan menyampaikan hiasan rambut yang dititipi Sita. Hanuman juga mengenalkan Wibisana kepada Rama.
Rama segera meminta Sugriwa agar menyiapkan balatentara kera. Balatentara Kiskenda yang terdiri dari puluhan ribu kera itu pun berangkat untuk menggempur negeri Langkapura. Balatentara kera tertahan di pantai selatan karena kesulitan mengarungi samudra dengan ombak dan gelombang yang besar. Rama segera menghunus panah pusaka ke dalam samudra hingga membuat air laut mendidih, para hewan laut pun mengerang kesakitan. Tiba-tiba muncul Dewa Baruna yang menguasai samudra dan meminta belas kasihan Rama, agar air samudra yang mendidih kembali seperti sedialakala. Rama bersedia memenuhi permintaan Dewa Baruna dengan syarat Dewa Baruna harus bersedia menyebrangkan balatentara kera menuju pulau Langka. Dewa Baruna menyanggupinya, dan menyarankan agar membuat jembatan batu yang menghubungkan garis pantai dengan pulau Langka. Rama melepaskan panah pusaka dari dalam samudra hingga keadaan samudra pulih kembali.
Sugriwa segera memerintahkan para prajurit kera untuk memebangun jembatan batu, ikan-ikan dan semua makhluk laut pun turut membantu. Jembatan batu itu sangat kuat dan tinggi hingga bisa dilewati oleh puluhan ribu bala tentara kera.
Sejak lolosnya Hanuman dari kerajaan Langkapura, Rahwana telah memerintahkan balatentara raksasa untuk menjaga pantai pulau Langka karena sudah menduga bahwa suatu ketika Rama beserta balatentara kera pasti akan datang menyerang. Para prajurit raksasa yang tengah berjaga di tepi pantai melihat ke arah permukaan laut muncul jembatan batu yang sangat besar dengan kera-kera yang tengah sibuk membuat jembatan itu. Raksasa-raksasa segera naik perahu hendak menyerang para prajurit kera, tapi para prajurit kera lebih berani dan tangkas bertarung. Semua prajurit raksasa penjaga pantai dikalahkannya.
Seluruh balatentara kera dibawah pimpinan Rama segera menuju pantai pulau Langka melewati jembatan batu yang sangat kokoh tersebut. Segenap makhluk lautan menjaga dasar jembatan atas perintah Dewa Baruna, sehingga sampailah Rama dan seluruh balatentara kera di kerajaan Langkapura dengan selamat. Perang hebat pun terjadi antara prajurit kera dan para raksasa. Pasukan raksasa Langka bertempur dengan dipimpin oleh Indrajit. Akhirnya Indrajit tewas dalam pertempuran itu dan balatentara raksasa terdesak oleh gempuran-gempuran pasukan kera. Rahwana yang menyaksikan itu mengutus adiknya, yaitu Kumbakarna untuk memimpin perang. Kumbakarna adalah raksasa yang bijaksana, ia bertempur bukan untuk membela kakaknya yang sedang angkara murka, namun untuk membela negerinya tercinta Langkapura. Dalam pertempuran yang dipimpin Kumbakarna pun lagi-lagi pasukan raksasa terdesak oleh pasukan kera yang dipimpin oleh Hanuman. Kumbakara pun turut tewas sebagai pahlawan negeri dalam pertempuran itu hingga hanya menyisakan pertarungan terakhir antara Rama dan Rahwana. Rama bertemu dengan Rahwana, merekapun bertempur dengan sengitnya. Dengan panah sakti Guawijaya, Rama membunuh Rahwana hingga tewas. Jenazah Kumbakarna dan Rahwana disempurnakan dengan membakarnya, Wibisana menangis menyaksikan kematian kakak-kakaknya.
Hanuman mengantar Rama ke Taman Langkapura untuk bertemu istrinya, yaitu Sita. Sita menyambut kedatangan Rama dengan gembira, namun Rama tampak tidak bahagia. Rama menuduh Sita sudah tidak suci lagi selama tinggal di Langkapura. Sita pun sedih dan menangis mendengarnya. Lalu Rama memerintahkan raksasa-raksasa untuk mengumpulkan kayu bakar dan membakar Dewi Sita, istrinya sendiri. Rama melakukan itu untuk membuktikan kesucian Dewi Sita, apabila Dewi Sita tidak terbakar api, maka terbukti ia masih suci. Api pun dinyalakan, Dewi Sita dilalap api, namun tidak terbakar sedikit pun, api sama sekali tidak menyentuh kulitnya. Akhirnya, hilanglah semua keraguan Rama. Dewi Sita menjadi bertambah cantik dan bercahaya. Rama dan Sita pun bersatu kembali. Sorak sorai pasukan kera Kiskenda dan para raksasa mengiringi kepulangan Rama, Sita dan Laksmana.
Cerita Ramayana memiliki unsur positif yang mendidik. Cocok menjadi bahan cerita rakyat untuk segala usia. Akhir cerita pun berakhir dengan bahagia. Drama, perjuangan, kepahlawanan, kesetiaan, pengorbanan tersaji dalam cerita ini. Unsur penokohan dalam cerita ini terbagi 2 yaitu tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis diantaranya adalah Rama, Sita, Laksmana, dan Hanuman yang memiliki sifat baik hati, saling percaya, dan saling menyayangi, dengan tokoh utamanya, yaitu Rama yang memiliki wajah rupawan dan kesaktian untuk menolong yang lemah dan membasmi kejahatan. Tokoh antagonis diperankan oleh Rahwana yang memiliki wajah menyeramkan dengan tabiat yang jahat, tetapi penilaian saya terhadap Rahwana, tokoh ini memiliki jiwa yang sangat kesatria dan jantan. Rahwana menghadapi Rama dengan kekuatannya sendiri, sedangkan Rama berhasil mengalahkan Rahwana dengan bala bantuan pasukan kera yang notabene bisa disebut mengandalkan ‘rakyat jelata.’
Cerita Ramayana merupakan cerita rakyat yang berasal dari naskah kuna pada masa hindu dan buddha. Naskah aslinya berasal dari India yang merupakan sumber dari kedua agama tersebut. Terdapat beberapa perbedaan cerita asli dari India dengan cerita yang diadopsi oleh orang-orang Indonesia. Tetapi secara garis besar, ceritanya tetap sama. Cerita Ramayana masih diperdebatkan oleh para ahli apakah bisa diuji kebenarannya atau tidak. Beberapa penelitian dan fakta ilmiah telah ditemukan yang mengarah kepada keberadaan jembatan yang menghubungkan jalur laut menuju daratan Alengka atau Langkapura. Jembatan yang ditemukan oleh para ahli menghubungkan daratan Manand Island (Srilanka) dengan Pamban Island (India). Jembatan ini berada di kedalaman 1,5 meter dari permukaan laut, sehingga apabila air laut sedang surut maka jembatan ini akan tampak nyata. Jembatan alami ini disebut sebagai ‘Sri Rama Bridge.’ Penelitian lebih jauh masih terus dilakukan oleh para ahli Arkeologi UNESCO di bawah naungan PBB. Bisa dikatakan, bukti naskah cerita Ramayana tidak bisa disimpulkan semuanya hanya sekedar fiksi belaka dengan adanya berbagai penemuan yang mendukung bukti-bukti kebenaran mengenai kisah Ramayana. Mungkin saja, kisah Ramayana adalah cerita sejarah yang pernah terjadi dengan bentuk peristiwa yang serupa sehingga tersirat dalam kitab Ramayana. Hanya saja untuk menjadi kisah yang ilmiah, beberapa kejadian atau penokohan yang berada diluar ranah ilmiah harus disingkirkan. Contohnya, keberadaan Hanuman bisa diganti dengan tokoh Jendral besar yang tangguh. Kebenaran kisah Ramayana ini masih menunggu hasil penelitian lebih lanjut. Kita tunggu saja.


Kepustakaan:
D.M, Sunardi. 1991. Ramayana. Jakarta: Balai Pustaka.
Santoso, Suwito. 1973. Lilaracana-Ramayana. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Ratmoyo & Abas. 1981. Ramayana. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan
Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar