Kamis, 09 Juni 2011

MEMBANGUN BANGSA MARITIM: Membangun Potensi di Pulau Brass, Kabupaten Supiori, Papua





I. Indonesia: Negara Maritim
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.500-an dan panjang pantai 81.000 km, terpanjang kedua setelah Kanada. Indonesia memiliki sumber daya laut melimpah yang kaya akan hasil laut, seperti ikan, terumbu karang, keragaman ekosistem biologi, wisata bahari, dan sumber energi dan mineral terbarukan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Letak geografis Indonesia diapit oleh dua benua dan dua samudera, sehingga menjadikan Indonesia sebagai jalur perhubungan laut dunia.
Pada tanggal 13 Desember 1957 melalui Deklarasi Djuanda, Indonesia mengklaim seluruh perairan antar pulau di Indonesia sebagai wilayah nasional. Deklarasi Djuanda merupakan awal dari pernyataan jati diri sebagai negara kepulauan, di mana laut menjadi penghubung antar pulau. Pada mulanya, prinsip negara kepulauan tidak disetujui oleh beberapa negara anggota PBB, akan tetapi pada tahun 1982 berdirilah United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang mengakui konsep negara kepulauan, sekaligus juga mengakui konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). UNCLOS resmi berlaku pada tahun 1994. Indonesia pun mendapat pengakuan dunia atas tambahan wilayah nasional sebesar 3,1 juta km² ditambah dengan 2,7 juta km² ZEE yaitu bagian perairan internasional dimana Indonesia mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alam termasuk yang ada di dasar laut dan di bawahnya.
Konsep negara kepulauan yang dipegang Indonesia memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk memanfaatkan anugerah Sumber Daya Laut yang luar biasa, serta mengukuhkan jati diri bangsa Indonesia. Sebutan Tanah air dan Nusantara bagi bangsa kita menyatakan jati diri bangsa kita adalah bangsa maritim, karena wilayah Nusantara terdiri dari tanah (daratan) dan air (lautan).
II. Permasalahan Indonesia sebagai Negara Maritim
Luasnya perairan Indonesia menimbulkan permasalahan terhadap pengawasan perbatasan dengan negara-negara tetangga. Jumlah pulau di Indonesia yang puluhan ribu jumlahnya menjadi faktor utama permasalahan yang dihadapi. Beberapa pulau dan kepulauan Indonesia berada jauh dari pulau utama sehingga disebut “pulau terluar.” Kebijakan penanganan dan batas pulau terluar tercantum di PP no. 38 tahun 2002. Berdasarkan penilaian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), terdapat beberapa isu pengembangan kawasan perbatasan dan pulau-pulau terluar , yaitu:
1. Garis batas kedaulatan negara yang berada di laut ditentukan dengan keberadaan pulau-pulau kecil (PPK) terluar
2. Banyak PPK terluar yang tidak berpenghuni
3. Kualitas sumber daya manusia di kawasan perbatasan masih terbatas
4. Banyaknya daerah tertinggal dan terisolir di Kawasan Perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar
5. Kesenjangan kesejahteraan masyarakat di Kawasan Perbatasan Negara dengan negara tetangga
6. Rawan terhadap illegal logging, ilegal fishing, ilegal trading, human tracking dan ancaman lainnya
Sulitnya akses untuk menuju pulau-pulau terluar tersebut menjadikan penduduk lokal terisolasi. Beberapa negara tetangga berbatasan langsung dengan wilayah perairan Nusantara, di wilayah barat perairan Nusantara berbatasan dengan perairan India. Banyak nelayan asal aceh sering mendatangi pulau Nicobar di perairan India. Jarak pulau Sekatung di Kepulauan Natuna terlalu dekat (245 mil) dengan pulau Condork di perairan Vietnam, sehingga berpotensi menimbulkan konflik. Pulau Sebatik, kepulaun sekitar Sipadan dan Ligitan berbatasan langsung dengan perairan Malaysia yang memiliki perbedaan pemahaman rezim kelautan, lalu Singapura yang selalu melakukan reklamasi. Perbatasan wilayah perairan di Kepulauan Natuna pun seringkali menimbulkan perdebatan atas perbedaan pandangan terhadap batas wilayah. Wilayah perairan di Indonesia bagian tengah pun muncul masalah klasik, yaitu perdebatan batas wilayah dengan Filipina di utara, lalu Australia dan Timor Leste di selatan. Wilayah perairan Indonesia bagian Timur pun serupa, karena belum adanya perjanjian yang jelas mengenai batas ZEE di Kepulauan Mapia, Maluku utara dengan negara Palau, sedangkan pada perbatasan dengan Papua New Guinea di ujung timur Nusantara, timbul permasalahan dari aspek kultural.
Perebutan dan ketidak jelasan mengenai batas-batas wilayah perairan mungkin menjadi permasalahan utama Indonesia sebagai negara maritim. Selain itu, Indonesia tidak memiliki armada laut yang kuat dan memadai untuk mengawasi perairan Indonesia yang begitu luas. Indonesia pun mengalami permasalahan mengenai pengelolaan sumber daya alamnya, karena sebagian besar ekonomi penting seperti perkebunan, hasil laut, pertambangan, tanah, Bank, pelayaran, penerbangan, dan telekomunikasi dikuasai asing. Permasalahan lain yang dihadapi Indonesia sebagai bangsa maritim, yaitu krisis identitas. Indonesia di satu pihak mempunyai persepsi kewilayahan tanah air, tetapi memposisikan diri secara kultural sebagai bangsa agraris, padahal kultur negara agraris merupakan kultur yang diberikan oleh pemerintah Hindia-Belanda pada masa kolonialisme, karena Belanda mengeruk hasil bumi berupa hasil pertanian, yaitu rempah-rempah dan bukannya hasil laut.
III. Membangun Bangsa Maritim
Pakar geopolitik Friedrich Ratzel mengatakan, setiap bangsa harus mempunyai konsepsi tentang ruang hidup bangsa, letaknya, luasnya, dan batas-batasnya. Runtuh dan pecahnya bangsa adalah akibat menyusutnya konsepsi ruang hidup. Maka, sesuai dengan paradigma Wawasan Nusantara, laut adalah pemersatu bangsa yang menghubungkan pulau-pulau yang tersebar di Nusantara. Keberadaan ratusan etnik di Nusantara dipisahkan oleh pulau dan lautan, sehingga laut merupakan unsur dominan dalam struktur kewilayahan Indonesia. Indonesia seharusnya merupakan Negara maritim.
Bila dibandingkan dengan Negara-negara kepulauan lain di dunia, tidak ada yang sebesar dengan sumber daya laut sekaya Indonesia. Sudah sepantasnya Negara Indonesia tumbuh dan maju dengan kekuatan yang berasal dari sumber daya lautnya. Untuk mewujudkan hal itu, Indonesia harus menjadi Negara maritim. Berbagai rencana di bidang kelautan dan kemaritiman perlu disusun dan dideklarasikan serta kelembagaan kelautan, pembangunan perekonomian maritim dan pembangunan sumber daya manusia harus dijadikan arus utama pembangunan nasional, tanpa terpengaruh oleh dominasi persepsi dan kepentingan daratan. Dewan Kelautan Nasional perlu di tempatkan pada hierarki yang lebih tinggi di pemerintahan, sehingga memiliki kewenangan lebih luas dalam mengembangkan potensi kelautan. Konsep negara maritim merujuk pada kegiatan ekonomi yang terkait dengan perkapalan, baik armada niaga maupun militer, serta kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan itu seperti industri maritim dan pelabuhan. Dengan demikian kebijakan kelautan merupakan dasar bagi kebijakan maritim sebagai aspek aplikatifnya.
Pemerintah perlu menuntaskan seluruh kewajiban yang tercantum dalam UNCLOS, karena penting artinya bagi effektifitas kedaulatan kita untuk memperkuat posisi geopolitik negara dan menghindari sengketa kewilayahan. Apabila terwujud, maka kekuatan maritim dapat dibangkitkan sepadan dengan tuntutan geopolitik bangsa dan sesuai dengan persepsi keruangan kita dan juga persepsi tentang keunggulan yang berbasis sumber daya alam, budaya, dan ilmu pengetahuan.
IV. Membangun Potensi di Pulau Brass
Indonesia memiliki sumber daya laut yang sangat melimpah, serta didukung oleh letak geografis Indonesia yang strategis menjadikan perairan Indonesia sebagai jalur utama perdagangan dunia. Perdagangan dunia 90 persen dilakukan lewat laut dan 40 persen perdagangan dunia melewati perairan Indonesia. Hal tersebut merupakan potensi besar bagi kepulauan di Nusantara untuk bisa dikenal oleh dunia karena berada di jalur perairan yang strategis.
Salah satu potensi yang mungkin dikembangkan adalah membangun wisata bahari dengan memanfaatkan perairan dan kepulauan di Nusantara. Indonesia bisa menjadi tujuan wisata bahari terkemuka di dunia. Perairan Indonesia bisa dikembangkan dengan menjadi tempat bermain kapal Cruises dunia, tempat yachting, diving, dan leisure yang atraktif. Potensi tersebut bukanlah hal yang mustahil dengan kekayaan hayati perairan Indonesia yang melimpah.
Pulau Brass adalah salah satu pulau terluar Nusantara yang memiliki potensi besar untuk dibangun menjadi lokasi wisata bahari. Pulau Brass terletak di kepulauan Mapia, sebelah utara Kabupaten Supiori. Secara geografis, letak pulau Brass berada di koordinat 0˚ 55’ LU & 134ยบ 19’ BT. Kepulauan Mapia terdiri dari empat pulau yaitu Pulau Brass, Pulau Fanildo, Pulau Pegun, dan Pulau Faniroto. Pulau Brass dan Fanildo berada paling luar dan berbatasan lansung dengan perairan Republik Palau (AS) di Samudera Pasifik. Dari keempat pulau tersebut, hanya Pulau Brass yang berpenduduk. Berdasarkan hasil survey ekspedisi pulau terluar yang dilakukan oleh WANADRI, di Pulau ini terdapat 40 Kepala Keluarga dan satu pleton Satuan Tugas Pengamanan Pulau Terluar (SATGASPAM) Marinir TNI AL. Penduduk Pulau Brass bermata pencaharian sebagai petani kopra dan nelayan. Penduduk Pulau Brass berasal dari Biak. Awalnya mereka mendiami Pulau Pegun. Namun karena wabah lalat yang menjangkiti pulau itu, akhirnya penduduk pindah ke Pulau Brass. Diare dan muntaber penyakit yang ditimbulkan wabah tersebut. Morfologi Pulau Brass berupa karang yang berbentuk setengah lingkaran. Terdapat celah masuk berupa laguna di barat. Arus bawah laut di sekitar pulau ini cukup kencang. Pada saat surut, perahu nelayan tak bisa mendarat. Pulau Brass dan Pulau Fanildo berjarak 120 mil laut dari Biak. Perjalanan laut dari Biak ke Pulau Brass memakan waktu kurang lebih 18 jam.
Pulau Brass terletak pada jalur pengembangan wisata bahari Menado – Ternate – Raja Ampat – Biak – Jayapura. Dari segi geografis, pulau Brass menjanjikan potensi wisata alam, seperti rekreasi pantai dengan pemandangan alam yang eksotis dan olahraga air, seperti memancing, parasailing, surving, dan lain-lain. Untuk mewujudkannya memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Inventarisasi, dengan menetapkan keberadaan lokasi, trayek, kondisi alamiah, sarana, prasarana, valuasi dan sertifikasi aset untuk di jadikan inventory
2. Perencanaan, mencakup renstra usaha tiap lokasi dan integrasi dengan wilayah pusat penduduk terdekat, yaitu pulau Biak
3. Pengorganisasian, yaitu dengan memilih pengusaha professional melalui tender, lalu membentuk badan usaha, dan menetapkan kepastian bagi hasil (saham) yang mencakup pengelola, pekerja, rakyat, dan pemerintah daerah
4. Pelaksanaan, yaitu fasilitasi modal, fasilitasi ijin, sarana, dan prasarana, lalu pengoprasian usaha di lapangan
5. Pengendalian, yaitu monev produksi, pemasaran, keuangan oleh lembaga independen, dan pelibatan masyarakat
Langkah-langkah tersebut harus sejalan dengan kebijakan pemerintah dan pemerintah sudah membangun konsep bangsa maritim yang sebenarnya dengan penjaga laut dan perbatasan yang sejati, dalam arti memadai di semua bidang, yaitu pertahanan, keamanan, dan armada. Untuk membangun potensi wisata di pulau Brass tentu memerlukan keikutsertaan penduduk setempat. Kehidupan penduduk pulau Brass sebagai nelayan bisa menjadi daya tarik tersendiri, tentunya apabila hal ini terwujud akan membawa kemajuan dan kesejahteraan drastis untuk pulau terluar seperti pulau Brass. Hanya saja muncul pertanyaan mendasar, siapa yang akan memulainya? Siapa yang akan sadar akan keberadaannya? Sedangkan pemerintah sendiri tidak akan bertindak sejauh itu untuk membangun pulau Brass karena pulau-pulau yang harus dibangun jumlahnya banyak sekali.
Semua pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan adanya peran serta dari mahasiswa-mahasiswa yang memiliki intelektualitas yang mampu membangun negara ini. Dengan peran aktif mahasiswa yang sadar akan keberadaan pulau Brass, maka membangun potensi wisata bahari di pulau ini bukan mustahil. Apabila berhasil, dengan berbagai potensi dan daya tarik yang ada, saya yakin pulau Brass akan menjadi lokasi wisata bahari yang terkemuka di dunia.


DAFTAR REFERENSI

Arsana, I Made.(2007). Batas Maritim Antar Negara. Yogyakarta: Gadjah Mada
Gadjah Mada University Press

Purdijatno, Tedjo Edhy.(2010). Mengawal Perbatasan Negara Maritim. Jakarta:
PT Grasindo

Wahyono, SK.(2009). Indonesia Negara Maritim. Jakarta: Teraju

http://www.92pulau.com/

http://docs.google.com/

http://batas.bappenas.go.id

1 komentar:

  1. anjing males bat bacanya, ni yg bikin artikel niat apa kga si ngentod lu anjing

    BalasHapus